Jumat, 28 Januari 2011

MAKNA PELAYANAN HOLISTIK

PELAYANAN HOLISTIK
Pdt. dr. Josafat Mesach

I. Pendahuluan
Pengertian Holistik Secara umum
Sesuai dengan judul yang menekankan pada kata ‘holistik’ maka perlu dipahami pengertian kata ‘holistik’ tersebut. Kata ‘holsitik’ berasal dari kata “whole’ (Inggris) yanng artinya : seluruhnya, sepenuhnya. ‘Whole” = 1. Containing all component parts; complete. 2. Not divided or disjoined; in one unit. 3. Constituting the full amount, extent, or duration.
Kata ‘holistik’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai pengertian “ciri pandangan yang menyatakan bahwa keseluruhan sebagai suatu kesatuan lebih penting dari pada satu-satu bagian dari suatu organisme”.
Berdasarkan pengertian kata holistik diatas maka istilah ‘pelayanan yang holistik’ adalah pelayanan yang bersifat menyeluruh, tidak terbagi-bagi. Pelayanan yang memandang, memahami, mendekati dan memperlakukan manusia sebagai satu keseluruhan yang utuh. Ini merupakan sebuah pengakuan bahwa hakikat manusia adalah memang terdiri atas unsur-unsur dan aspek-aspek yang berbeda-beda (multidimensional), namun demikian kepelbagaian itu tidak dipahami sebagai yang bersiafat dikhotomis (dapat dipisah-pisahkan atau saling dipertentangankan) ataupun hirarkis (seolah-olah ada unsur yang lebih penting atau lebih mulia dari unsur lainnya).
Istilah pelayanan yang holistik saat ini memang banyak digunakan oleh berbagai kalangan untuk menunjukkan bentuk pelayanannya, namun ada saja kelompok orang yang salah mengartikannya. Salah pengertian yang paling sering mengenai pelayanan holistik adalah anggapan bahwa pelayanan ini adalah pelayanan yang berbentuk pelayanan sosial, sehingga akhirnya ada pengertian bahwa pelayanan holistik adalah pelayanan sosial.

II.Pemahaman Akan Pelayanan Holistik
Sebagian besar orang melihat pelayanan holistik sebagai aktivitas yang pertama dari usaha penanaman gereja, berbentuk respon bagi kebutuhan fisik dan sosial dari masyarakat. Sebagian lagi memulai dengan visi dari transformasi individu dan masyarakat dalam seluruh bagian kehidupan –spiritual, ekonomi dan sosial dan kemudian megembangkan sebuah strategi yang selaras dengan visi itu.

Kelompok yang memulai dengan visi dari transformasi mengakui bahwa ada hubungan dari semua area kehidupan. Pelayanan yang dilakukan harus terintegrasi dan mereka mengakui bahwa berita Injil adalah lengkap yaitu isi berita dan dampaknya. Kelompok ini melihat bahwa tema dari Kerajaan Allah adalah pelayanan holistik. Kerajaan Allah merupakan isi dari berita Injil dan harus membawa dampak pada seluruh bagian kehidupan manusia.
Pemahaman akan pelayanan yang holistik diungkapkan Herlianto sebagai pelayanan yang mencakup pemberitaan Injil baik secara verbal maupun secara perbuatan dan ditujukan untuk menjangkau manusiasutuhnya pula, yaitu manusia yang terdiri dari tubuh, jiwa dan roh, dan manusia yang mempunyai kaitan–kaitan sosial, budaya, ekonomi, hukum dan politik dengan lingkungannya.
Jika pelayanan holistik dianggap sebagai pelayanan gereja yang menyeluruh maka pelayanan tersebut harus mencakup semua aspek pelayanan yang dilakukan oleh gereja. J.C. Hoekendijk mengatakan bahwa pelayanan holistik yang meliputi unsur-unsur pelayanan : Koinonia (persekutuan), Martyria (kesaksian), dan Diakonia (pelayanan sosial), merupakan hal yang mutlak menggarisi penginjilan dan mendatangkan syalom (damai sejahtera, keselamatan) yang dijanjikan Tuhan.
Hal yang sama diungkapkan Tomatala tentang hakikat misi yang holistik dimana dapat dijelaskan sebagai “satu yang menyeluruh” yang memiliki kesatuan integral dengan aspek-aspek lengkap yang utuh. Pemberitaan Injil menyentuh aspek pelayanan dasar pada empat dimensi pelayanan yang holistik yaitu : Persekutuan (koinoneo), Pelayanan (diakoneo), Kesaksian (martureo) dan Pemberitaan (kerigma/kerusso).
Dalam organisasi Gereja Bethel Indonesia maka pelayanan holistik jelas harus meliputi tujuh aspek yang ada dalam tugas-tugas gereja, yaitu : Marturia (kesaksian dan pemberitaan Injil), Koinonia (persekutuan), Diakonia (pelayanan kasih), Didaskalia (pendidikan), Leiturgia (ibadah), Pastoralia (pengembalaan) dan Poimenoia (penatalayanan) .

III. Tujuan Pelayanan Holistik
Tujuan akhir dari misi adalah penanaman gereja baru. Kelompok pertama yang memperlihatkan bahwa iman mereka mengakui Kristus sebagai Tuhan dan Juruslamat mewujudkannya dalam persekutuan dan kesaksian.
Pelayanan holistik seringkali, tetapi tidak selalu, dipaksakan sebagai alat untuk penanaman gereja di kelompok masyarakat yang miskin. Jadi pelayanan holistik diterima sebagai hal yang sangat berguna dan kadang-kadang sangat efektif untuk penanaman gereja.

Pelayanan holistik juga seringkali dijadikan alat untuk meredam suatu gejolak dimasyarakat ketika terjadi aksi karena ketidaksukaan masyarakat atas kehadiran orang Kristen, atau juga sebagai alat untuk menenangkan masyarakat ketika terjadi aksi protes terhadap pembangunan gereja.
Kelihatannya memang efektif namun sebenarnya kondisinya tetap seperti api dalam sekam yang sewaktu-waktu api tersebut bisa membesar. Ini adalah suatu perbuatan yang kelihatannya baik tetapi bukan dilandasi oleh kasih yang murni, karena seolah-olah seperti ada “udang dibalik batu”. Jika kita melakukan hal tersebut bukankah dapat dikatakan kita melakukan “suap yang terselubung dengan kedok kasih”, apa yang membedakannya dengan tindakan orang-orang non Kristen.
Kebanyakan orang beranggapan dan mempraktekkan pelayanan holitik sebagai bagian dari penginjilan, atau dilakukan dengan tujuan penginjilan dimana akhirnya bisa menjadi “penginjilan terselubung”, padahal seharusnya penginjilan itulah yang justru merupakan bagian dari pelayanan holistik.
Kalau kita melayani hanya sebagai “umpan” agar ikan-ikan mau mengigit kail kita, maka secara etis teologias tindakan ini tidak jujur, tidak murni. Yang paling fatal adalah ketika ternyata kita hanya menjadikan dan memperlakukan sesama sebagai “objek” untuk dijaring tanpa adanya rasa kasih.
Harus diingat bahwa pelayanan holsitik bertujuan pada kesejahteraan manusia seutuhnya, artinya memberitakan Injil yang penuh kepada manusia yang utuh dalam berbagai dimensi, yaitu manusia sebagai kesatuan pneuma-psikologi-somatis. Kejadian 2 : 7 memberi kesaksian yang sangat jelas bahwa manusia adalah debu (adama). Allah menciptakan menjadi tubuh, materi dan Allah amat memperhatikan kebutuhan fisik manusia dengan memberi makanan kepada manusia. Manusia adalah jiwa (psyche) yang mempunyai kebutuhan-kebutuhan kejiwaan. Allah amat memperhatikan kebutuhan kejiwaan manusia, Allah tidak membiarkan manusia kesepian (Kej 2 : 18), manusia diberikan kebebasan (Kej 2 : 16) bahkan dikarunia kepercayaan dan tanggung jawab (Kej 2 : 15). Manusia adalah roh. Allah memberikan nafas hidup, bahkan menghebuskan itu dari nafas hidup Allah sendiri (Kej 2 : 7).
Karena itu pelayanan holistik harus memperhatikan semua dimensi ini, yaitu spiritual, psikis dan fisik manusia.Dimensi yang lain adalah dimensi individualitas dan sosial manusia.
Kemanusiaan manusia akan terganggu ketika hanya salah satu aspek saja yang ditekankan. Pelayanan holistik berupaya untuk memulihkan keseimbangan dan kesarasian antara keduanya. Oleh karena itu dalam pelayanan holistik tidak dikenal dikotomi atau pemisahan antara kebutuhan-kebutuhan individual dan sosial manusia. Tidak seharusnya ada pertentangan antara “individual gospel” (kaum vertikalis) dan “social gospel” (kaum horisontalis). Oleh karena itu pelayanan holistik seharusnya juga melayani manusia dalam bidang sosial, ekonomi, budaya, politik dan sebagainya.

Pelayanan holistik juga memperhatikan dimensi kekinian dan keakanan. Ini berarti kita bukan hanya memperhatikan kebutuhan-kebutuhan mendesak yang ada sekarang, tetapi juga kepentingan masa depan. Hal ini bisa mempunyai makna pemenuhan kebutuhan dalam kehidupan di dunia sekarang dan di akhirat nanti namun juga berarti memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan generasi-generasi yang akan datang.
Ada satu dimensi lagi yaitu dimensi manusia dan lingkungan. Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi (Kej 1:1) dan Allah melihat segala yang dijadikanNya itu sungguh amat baik (Kej 1:31). Tujuan dari pelayanan holistik bukan hanya untuk kepentingan manusia tetapi kepentingan seluruh lama ciptaan. Manusia memang diberi mandat untuk berkuasa atas alam (Kej 1:26), tetapi manusia juga diberi tugas untuk memelihara alam (Kej 2:15) dan bukan memusnahkannya. Pelayanan holistik tidak boleh hanya “people oriented” tetapi “life oriented”, usaha menjadikan seluruh alam semesta “theatrum gloriae dei” (Calvin).